Thursday, February 24, 2005

TSUNAMI ACEH: ADA HIKMAH DIBALIK MUSIBAH

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa bencana tsunami 26 Desember 2004 yang lalu telah memporak porandakan wilayah pesisir. Namun dibalik musibah dapat pula diartikan sebagai peringatan akan pentingnya melestarikan kawasan pantai dari kerusakan oleh ulah manusia.

Hal ini terbukti dengan adanya bukti atas adanya peran vegetasi alam yang tumbuh subur di kawasan pantai. Salah satu contoh adalah di pulau Simeleu. Terlepas dari adanya pengalaman masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami ini, sebagaimana pernah terjadi 200 tahun yang lalu (1883), seperti dituturkan oleh Renald Kasali yang mempunyai mertua dari pulau ini. Apabila terjadi tanda-tanda akan datangnya tsunami yang menyertai gempa bumi, maka mereka mengkomunikasikan pada sesama dengan meneriakan: “smoong”, yang artinya menyuruh menyelamatkan diri dengan berlari ketempat yang tinggi menjauhi pantai.

Simeuleu merupakan pulau yang dikelilingi oleh vegetasi mangrove yang baik, walaupun dari korban jiwa kita tidak dapat jadikan patokan akan peran vegetasi karena masyarakat sudah mempunyai sistem komunikasi lokal yang telah disepakati tersebut, namun dapat kita lihat akibat yang timbul berupa kerusakan permukiman, rumah dan harta benada lain, tampak bahwa peran vegetasi mangrove sangat besar.

Bukti lain adalah hasil dari penelitian yang dilaporkan dalam Lokakarya Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Jakarta, Pratikto et al (2002) yang melaporkan hasil penelitian efektivitas penggunaan vegetasi mangrove sebagai pagar alam menghadapi tsunami di Teluk Grajagan, Banyuwangi, Jawa Timur. Ekosistem mangrove mampu meredam tinggi dan kekuatan energi gelombang yang diakibatkan tsunami, dengan reduksi tinggi gelombang sebesar 0.7, dan perubahan energi gelombang sekitar 19600 joule.

Dari dua hal ini kiranya dapat membangkitkan kesadaran kita atas pentingnya untuk menjaga dan memelihara sumberdaya alam dari kekeliruan dalam mengelola, dimana akan berakibat menciptakan bumerang bagi kita sendiri. Semoga kekeliruan dalam mengelola ini tidak merupakan ecological suicide bagi kita. Mudah-mudahan musibah 26 Desember tersebut menjadi momen yang menginisiasikan kesadaran serta menjadi pelajaran berharga atas pentingnya untuk melestarikan ekosistem pantai, mangrove, baringtonia dan lainnya

Lembag Gunung Kwanak, 24 Februari 2005